Malam itu tetap hangat walau
salju turun lebat. Jalanan terlihat sejajar dengan trotoar akibat tumpukan
salju. Berjuta bintang menemani bulan yang sepi. Anak kecil itu masih tetap
terjaga di pelukan ibunya. Mereka sama-sama menatap bintang dari atas teras
balkon lantai dua di sebuah apartemen, sambil minum coklat hangat. Anak kecil
itu di pakaikan jaket tebal, syal berwarna putih, dan topi rajutan oleh ibunya
agar ia tidak beku di dinginkan salju. Kelihatannya anak kecil itu mulai bosan dan mengantuk, tapi
syukur coklat hangatnya sudah habis di minum. Kelopak matanya mulai sayu dan
mulutnya terus menguap. Ibu yang terus memerhatikan langsung mengantarnya ke kamar.
Selagi ibu menyelimutinya,
anak kecil itu bertanya.
“Bunda, apakah peri itu
ada?”
“hmmm kalau menurut kamu ?”
“uhmm mungkin ada”
“kalau ada, dimana dia
sekarang ?” sambil tersenyum ibunya bertanya lagi
“aahhh bunndaaaa, aku kan
ngak tau!” anak kecil itu menggurutu sambil menarik selimut tebalnya keatas
kepala. Namun ibunya hanya terseyum sambil merapikan kembali selimut anaknya.
Dengan suara manja anak kecil itu berandai-andai
”Bunda, jika peri itu ada
aku ingin berteman dan bermain dengan dia lalu mengenalkannya pada bunda”. Ibunya
tersenyum lagi, kemudian mencium pipi
anaknya sambil berbisik “mimpi indah sayang, I love you”. Anak kecil itu masih
tak mengerti maksud ibunya. “sekarang kamu tidur ya, biar bunda yang hidupkan
lampu tidurnya” setelah itu ibu keluar dari kamar anaknya tapi sebelum ibunya
keluar anak kecil itu berteriak nyaring, “Bundaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!”
Ibu yang kaget mendengar
suara itu langsung berbalik melihat kearah anaknya.
“haa kenapa nak, ada apa ?”
sambil melangkah dekati anaknya.
Anak kecil itu diam namun
matanya penuh pertanyaan sementara mulut kecilnya terus mengerut. Hingga lima
detik kemudian ia mulai berbicara memecahkan keheningan “Bunda belum jawab
pertanyaanku” dengan suara cadelnya anak kecil itu memelas jawaban.
“hahaha maafkan bunda
sayang, bunda kira kamu sudah tau jawabannya.”
“aku ngak tau bunda” anak
kecil itu tampak tak sabar menunggu jawaban ibunya
“…ah iya maafkan bunda, uhm
peri itu tidak ada sayang. Yang ada adalah malaikat Tuhan, besok akan bunda
ceritakan tentang malaikat itu, sekarang kamu tidur ya.” Sahut wanita paruh baya
itu dengan suara yang lembut. Sementara anak kecil itu mulai memejamkan mata
dan ibunya menutup pintu kamar pelan-pelan.
Tidak lama setelah ibunya
keluar anak kecil itu bangun lalu
beranjak menuju jendela kamarnya.
Ia meniup kaca jeldela berkali-kali,
hingga timbul embun. Lalu menuliskan I love you too mom dengan jari telunjuk
kecilnya. “malaikat Tuhan, uhmm” bisik anak kecil itu. Kedua siku tangannya
menopang di kosen jendela sementara dagunya tertopang oleh tangan kanan dan
kirinya.
“tuhan bolehkah saya membuat
dua harapan saja. Saya ingin besok pagi malaikat Mu membangunkan saya lagi,
karena saya ingin menemani bunda di dunia. Kasihan bunda, katanya ia hanya
memiliki saya didunia ini. Sedangkan
sebentar lagi saya akan bertemu dengan ayah di surga, tapi bagaimana dengan
bunda, dia sendiri di dunia. Tuhan, harapan ku yang kedua, tolong jaga bunda
ketika saya telah tiada. Buatlah hidup bunda bahagia dan ceria seperti dulu lagi, ketika ayah
merayakan ulang tahunnya di Nami Island saat winter”. Tanpa terasa pipi anak kecil itu mulai
basah karena air mata. Bahunya bergetar karena menahan tangis. Matanya terpejam sambil memegang jantungnya dengan sebelah tangan, sedangkan tangan lainnya menutup mulutnya agar tidak menagis terisak-isak. Anak kecil itu sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis lagi, namun ternyata ia masih lemah. Ayah anak kecil itu sudah genap setahun meninggal akibat serangan
jantung. Di tinggal pergi sang ayah dan kelainan jantung yang ia derita sejak
lahir membuat ia tegar dan dewasa menghadapi hidup walau umurnya masih belum
mencapai remaja.
Setelah mengadu pada Tuhan
yang Maha Esa ia tersenyum pada bintang yang paling terang kemudian mengedipkan
mata sebelah kanan. Melihat bintang adalah hobinya, jadi tidak heran ia
memiliki teropong bintang di kamarnya sendiri. Itu adalah kado ulang tahun dari ayahnya. Setelah lama
berdiri kakinya mulai pegal, ia kembali ke tempat tidur dan memutuskan untuk
tidur.
Keesokan harinya..
“nak.. bangun. Ayo kita madi
dulu, setelah itu sarapan, bunda sudah buatkan sandwich untukmu” kata sang ibu
dengan lemah lembut. Namun anak kecil itu masih belum menjawab ibunya, ia hanya
mensentak-sentakan kakinya sambil menarik selimutnya lagi.
“nak.. ayo bangun sayang tuh
mataharinya udah capek senyum sama kamu, tapi kamunya malah cuekin dia. Hmm
hari ini cerah yaa, kan sayang kalau hari cerah gini kita masih tidur-tiduran
dikamar, ayo bangun” kata ibunya merayu lagi. “haah malaikat Tuhan…” kata anak
kecil itu yang masih setengah sadar. Ibunya terdiam. Anak kecil itu langsung
duduk sambil terseyum pada ibunya. “Bunda, aku sayang bunda dan aku akan selalu
menjaga bunda. Terimakasih sudah membangunkanku pagi ini”. Kata anak kecil itu,
yang langsung memeluk ibunya. Dan ia langsung membalas senyum matahari pagi
dengan kedipan mata sebelah kanan selagi dalam pelukan ibunya.
Setelah selesai mandi mereka
mencicipi sandwich dengan teh hangat buatan ibu. Biasanya mereka melakukan hal
ini bertiga dengan ayah. Namun lambat laun kebiasaan itu sudah mulai mereka
lupakan untuk menghilangkan rasa rindu yang menggebu pada sang ayah. Raut wajah
anak kecil itu terlihat berseri bahagia. Karena Tuhan telah mengabulkan
harapanya semalam dan ternyata malaikat Tuhan yang membangunkan ia adalah ibunya
sendiri. Hal ini membuat semangat hidupnya menjadi kian membara.
Setiap kali ia bahagia ia
selalu menyampaikan perasaan itu kepada matahari dan bintang yang paling
terang, dengan cara tersenyum dan mengedipkan mata sebelah kanannya pada
mereka. Itu adalah kebiasaan ayahnya dan ia diajarkan seperti itu oleh ayahnya saat
berumur empat tahun. Ibu yang melihatnya dari tadi dapat mengetahui bahwa
anaknya sedang bahagia. Namun ibunya tidak tahu kenapa anaknya sebahagia itu.
Anak kecil itu masih
mengunyah potongan sandwich dalam mulutnya, sebelum kunyahan itu habis ia
langsung menggigit sandwich lagi yang ia pengang dengan kedua tangan kecilnya.
Ukuran gigitan itu besar sehingga mulut kecil nya terlihat penuh. Melihat pipi
dan mulut anaknya menggembung sang ibu pun tertawa renyah. Anak kecil itu
semakin semangat mengunyah dan kemudian ikut tertawa bersama ibunya.
2 komentar:
Ibu bukan sekedar malaikat Tuhan, tapi ibu adalah seperempat nikmat yang telah tuhan berikan..
typo-madi
iyaa :)
subhanallah .
Posting Komentar