Guys, hari ini aku ingin bercerita tentang seseorang yang sangat aku cintai.
Gadis 18 tahun yang sedang mengalami banyak konflik dengan dirinya sendiri. Banyak
teman-temannya yang mengira dia akan
mudah masuk universitas favorite. Opini mereka itu muncul karena jelas ayah dia
adalah seseorang yang mampu memberi jaminan kelulusan untuk anaknya. saya kasihan
melihat gadis itu, kelihatannya dia sedih sekali dengan opini kuat
teman-temannya itu. saya sudah membujuknya untuk tidak menghiraukan
perkataan-perkataan mereka, tetapi tetap saja dia tidak menghiraukan ucapan
saya, dan tidak jarang pula pada akhirnya sering terjadi perdebatan kecil
diantara kami.
Dia telah mendaftar tiga macam tes untuk masuk perguruan tinggi negeri pada
waktu yang berbeda-beda dan tidak satupun dari ketiga tes itu yang tercantum namanya
sebagai peserta yang lulus. Itu artinya dia tidak lulus. Lagi, lagi dan lagi.Orang yang pertama kali tau tentang semua pengumuman ketidaklulusannya itu adalah saya. Dia menyuruh
saya untuk bayangkan wajah orang-orang yang telah banyak menaruh harapan
padanya dan bayangkan juga wajah teman-teman nya yang beropini tentang
kemudahan dia untuk masuk universitas favorite.
Saya mencoba menenangkan dia dengan penerangan yang sederhana saya bilang
padanya bahwa Tuhan sedang rindu padanya, Tuhan ingin mendengarkan lagi tangisan
dalam doanya ditengah malam, beduaan hanya dengan Tuhan, dan dia membalas dengan
senyuman kepada saya. Katanya dia merasa dua sensasi yang berbeda setelah
melihat pengumuman itu. Di satu sisi dia sedih namun di sisi yang lain dia
bahagia karena pada akhirnya opini teman-teman dia yang sempat membuatnya
frustasi itu tidak benar.
Hari duka itu cepat dia lalui, karena dia tau waktu tidak akan mau
menunggunya terlalu lama didalam kesedihan yang konyol. Hari ini dia bercerita
lagi pada saya tetang universitas yang akan ia tempati. Katanya tempat itu
memberinya kesejukan karena banyak pohon-pohon yang rindang, hmm menurut saya
itu tidak terlalu penting, tapi yaa baiklah biarkan saja dia bercerita dulu. Kemudian
dia merasa telah menaruh hatinya 50 persen pada universitas pilihan Allah
melalui ayahnya itu. ayahnya selalu ingin melihat dia bahagia kelak. Saya juga
ingin melihat dia bahagia. Saya mencoba menerangkan lagi padanya agar ia
menjadikan yang 50 persen itu menjadi 100 persen, tentunya atas izin Allah,
agar ia juga bisa melihat orang tuanya dan orang-orang yang mendukungnya
tersenyum bahagia karenanya. Kemudian saya senyum padanya dan dia juga ikut
tersenyum pada saya didalam cermin. Karena dia adalah pantulan saya didalam
cermin, saya adalah dia dan dia adalah saya. Gomawo ya Allah. J
6 komentar:
hmmm
haha ada apa toh mas? iki ada yang salah yo? :D
hana dek :D
hmm :) good luck yo :D
aamiiin, makasih :)
:) aamiiiiiin, sama" :) :) :) ela
Posting Komentar